Sabtu, 26 Januari 2013

Apakah Tuhan ada?


Semua terjadi dengan sendirinya. begitulah mungkin ungkapan yang sering kita dengar dari orang-orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Atau sering disebut faham materealistis. Faham yang selalu mengedepankan akal dalam setiap menghadapi fenomena. Banyak sekali teori-teori yang terlahir dari faham tersebut, misalkan teori penciptaan alam semesta. Teori ini berpendapat bahwa penciptaan alam semesta terjadi begitusaja, tanpa campur tangan Tuhan, sebuah kebetulan. Sebuah kebetulan komposisi partikel meledak dari satu titik kemudian sebuah kebetulan tersusun menjadi milyaran galaksi, gugusan planet, bintang dan satelit yang berorbit begitu teratur. Dan sekali lagi sebuah kebetulan suhu dan komposisi yang tepat sehingga tercipta makhluk-makhluk bersel satu sehinga berkembang menjadi makhluk purba, dan menjadi kehidupan seperti saat ini. Mereka menyatakannya sebuah proses alami dan sebuah kebetulan.
Jikalau kita memahami dan menggunakan serta memainkan akal kita sedikit lebih mendalam maka kita akan merasakan kejanggalan kata ‘kebetulan’ yang berulang kali disebutkan. Sebuah perumpamaan yang sangat mudah untuk difikirkan. Misalkan  kita berjalan menuju kampus kebetulan kita menemukan uang 10 ribuan di depan gerbang, tentu kita sepakat mengatakan ini hanya sebuah kebetulan belaka. Kemudian kita berjalan 5 m kedepan, ternyata kita menemukan uang 10 ribuan lagi, tidak salah jika kita juga mengatakannya sebuah kebetulan. Namun beda halnya jika kita setiap kita melangkah 5 m kedepan kita selalu ‘kebetulan’ menemukan uang 10 ribuan. Sebuah kebetulan yang sangat janggal jika kita mau memikirkannya, tentu saja akal sehat kita meyakini bahwa ada orang yang mengatur sedemikian rupa, sehingga setiap 5 m ada uang 10 ribuan. Apakah juga sebuah kebetulan jika alam semesta terjadi dengan suhu, komposi, dan partikel yang secara kebetulan menjadi kehidupaan seperti saat ini?
Seperti halya kita melemparkan mata dadu. Jika kita mendapatkan mata dadu 1 maka itu sebuah kebetulan. Lain halnya jika kita melamparkan mata dadu berkali-kali dan yang keluar adalah mata dadu 1. Kebetulan? tentu saja bukan, tentulah ada orang yang sengaja mempermainan peluang permainan lempar dadu, yang seharusnya hanya berpeluang 1/6 menjadi 1/1. Seperti halnya dengan susunan DNA manusia, ada yang sengaja mempermainkan  susunan DNA yang begitu rumit itu  dapat berbeda-beda antara manusia satu dengan yang lain, sekalipun mereka kembar. Ada yang merencanakan membuat dan menjaga susunan proton untuk tetap beredar mengelilingi elektron, meskipun keduanya saling tolak menolak yang apabila proton ini lepas dari edarannya maka air seperempat gelas dapat menghancurkan alam semesta ini. Masalahnya siapa yang berkuasa megatur ini semua?
Sebuah anekdot yang menceritakan gugurnya paham ini. Suatu ketika digelar sebuah pertemuan yang membicarakan esensial Tuhan. Orang-orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan datang terebih dahulu. Namun ada satu orang yang mempercayai Tuhan malah datang terlambat. Sehingga berkembang asumsi bahwa teori si orang yang percaya adanya Tuhan SALAH. Buktinya ia takut datang pada pertemuan itu. Hingga pada akhirnya orang yang percaya akan adanya Tuhan datang.
“Kenapa kamu baru datang?” kata orang yang tidak percaya pada Tuhan
“Maafkan saya teman-temanku, saya tadi sedang terpesona melihat peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika saya menyebrangi sungai saya melihat kayu dan paku hanyut, kemudian saya perhatikan terus, hingga di ujung kelokan sungai kayu dan paku tadi tia-tiba berubah menjadi sebuah meja yang sangat indah.” cerita orang yang terlambat tadi.
“Kamu sudah gila ya? Manamungkin sebuah meja dapat terbentuk dengan sedirinya. Sampai 1000 tahunpun paku dan kayu tidak akan menjadi sebuah meja tanpa pembuat meja.” Jawab sala seorang yang tidak mempercayai Tuhan.
Kalau kita cermati dengan seksama maka jawaban orang yang tidak mempercayai Tuhan ini telah menggugurkan teorinya sendiri. Manamungkin alam semesta, manusia, dan kehidupan tercipta tanpa ada campur tangan Sang Pencipta, terjadi denga sendirinya, dann kebetulan?


1 komentar: